Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Abu Hurairah Bagian 3




Terjemahan dari kitab Ashhabu ar-Rasul
Penulis : Syaikh Mahmud Al-Mishri
Editor   : Hikam Fajri

BAGIAN 3


KERIANGAN ABU HURAIRAH 

Abu Hurairah r.a diangkat oleh Mu'awiyah bin Abu Sufyan menjadi gubernur Madinah lebih dari satu kali. Namun kekuasaan itu tidak pernah bisa menukar sikapnya yang sederhana dan penuh keceriaan (humoris). 

Pernah ia melewati salah satu jalan-jalan kota Madinah sambil memikul kayu bakar di atas punggungnya untuk keluarganya, padahal ia adalah penguasa Madinah. Lalu ia melintas di depan Tsa'labah bin Malik, seraya berkata, "Berilah jalan untuk pemimpinmu, wahai Ibnu Malik." Maka Tsa'labah bin Malik balik berkata,"Semoga Allah ﷻ merahmatimu. Tidak cukupkah bagimu jalan yang lebar ini?" 

"Berilah jalan untuk pemimpin, juga untuk ikatan yang ada di atas punggungnya ini," kata Abu Hurairah lagi.
-----------------------
Shifah ash-Shafwah (1/294). 

SIKAP LEMAH LEMBUT DAN PEMAAF ABU HURAIRAH 

Dari Abu Hurairah , ia berkata, "Tatkala pergi mendatangi Nabi ﷺ [di Madinah], aku berkata di tengah perjalanan, 

Alangkah panjang dan melelahkannya malam ini 
Sekalipun ia telah menyelamatkan dari lingkaran kekafiran 

Ia berkata, "Aku punya seorang budak yang melarikan diri dariku. Ketika aku datang dan berbaiat, tiba-tiba budakku itu muncul. Lalu berkatalah Nabi ﷺ, "Wahai Abu Hurairah, apakah ini budakmu?" Aku menjawab, "la sudah merdeka demi mengharap wajah Allah ﷻ." Lalu aku memerdekakannya. 
------------------------
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (V/117) kitab al-'Itq, dan Ahmad (II/286).

Abu Hurairah memiliki seorang budak wanita berkulit hitam yang sudah berbuat buruk terhadapnya dan membuat sedih keluarganya. Hal itu, membuatnya mengambil cambuk untuk memukulnya, namun tidak jadi ia lakukan. Kemudian ia berkata, "Andai kata bukan karena kelak di hari Kiamat akan ada Qishash (balasan), niscaya aku sudah menyakitimu sebagaimana engkau telah menyakiti kami. Aku akan menjualmu kepada siapa yang membayarmu kepadaku dengan harga yang pantas, Sebab aku memang sangat membutuhkannya. Pergilah, engkau bebas merdeka karena Allah ﷻ." 

ADAPUN NIKMAT RABB-MU, MAKA CERITAKAN- LAH! 

Abu Hurairah sama sekali tidak pernah melupakan karunia Rabb-Nya dan nikmat-nikmat yang telah Allah ﷻ anugerahkan kepadanya. 

Diriwayatkan dari Mudharib bin Hazn, ia berkata, "Ketika aku berjalan di suatu malam, tiba-tiba ada seorang laki-laki bertakbir, lalu (unta) tungganganku menyusulnya. Aku berkata, 'Siapa ini?' 

'Abu Hurairah,' sahutnya. 

"Takbir apa ini yang aku dengar?' tanyaku. 

'Rasa syukur,' jawabnya. 

'Atas apa?' tanyaku lagi. 

Lalu ia menceritakan, 'Dulu aku seorang buruh upahan yang bekerja pada Busrah binti Ghazwan demi mendapatkan makanan untuk perutku. Bila mereka naik tunggangan, aku memegang tali kekang kendaraan mereka. Dan bila mereka turun, aku melayani mereka. Sekarang Allah ﷻ menikahkannya denganku. Dialah yang sekarang menjadi isteriku."
----------------------
Syaikh al-Arna'uth berkata, Para perawinya Tsiqat. Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim (I/380), Ibn 'Asakir (XIX/123/1). 

Dari Abu Hurairah r.a, bahwa ia suatu hari shalat mengimami orang-orang. Tatkala memberi salam, ia mengeraskan suaranya seraya mengucapkan, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan dien [agama] ini sebagai pilar, dan menjadikan Abu Hurairah sebagai imam setelah dulu sebagai seorang buruh upah putri Ghazwan untuk mengenyangkan perutnya dan membiayai kebutuhan binatang tunggangannya."
----------------------
Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam kitabnya Hilyah al-Auliya' (I/379), Ibn 'Asakir, (XIX/123/1).

Dari Humaid bin Malik bin Khutsaim, ia berkata, "Aku pernah duduk-duduk di sisi Abu Hurairah r.a di tanah miliknya di "Aqiq. Suatu hari, ia didatangi sekelompok orang, lalu singgah di rumahnya. Kemudian ia berkata (kepadaku), 'Pergilah menemui ibuku, lalu katakan, anakmu menyampaikan salam kepadamu dan berkata, 'Berilah kami suatu makan.' Lalu ibunya meletakkan tiga potong roti, sedikit minyak dan garam di dalam nampan, setelah itu meletakkannya di atas kepalaku. Kemudian aku mengantarkannya kepada mereka. Tatkala aku meletakkannya di hadapan mereka, Abu Hurairah r.a bertakbir seraya berkata, 'Segala puji bagi Allah yang telah mengenyangkan kita dengan roti setelah sebelumnya kita tidak memiliki makanan selain kurma dan air.' Namun sekelompok orang itu tidak menyentuh makanan sedikit pun. Tatkala mereka pergi, ia berkata, 'Wahai putra saudaraku, perlakukanlah kambingmu dengan baik, usaplah mimisan darinya dan bersihkanlah, lalu shalatlah di tempat yang jauh darinya, sebab ia termasuk binatang-binatang Surga. Demi Dzat Yang jiwaku di tangan-Nya, kelak akan datang suatu masa pada manusia di mana sekumpulan kambing lebih disukai pemiliknya daripada rumah milik (khalifah) Marwan."
------------------------
Ini ada di dalam kitab al-Muwaththa' dengan syarah az-Zarqani (no. 1802) (IV/313-314). Sanadnya Shahih. Dan Diriwayatkan juga oleh al-Bukhari, dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad (no. 572), dari jalur Isma'il bin Abi Uwais. Dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adab al-Mufrad (no. 445).

ABU HURAIRAH TIDAK BERAMBISI DENGAN JABATAN 

Abu Hurairah r.a tidak berambisi sedikit pun dengan gemerlap dan perhiasan dunia yang fana ini. Ia mengisi hidupnya sebagai ahli ibadah, ahli zuhud, mujahid dan penuntut ilmu. 

Sekalipun begitu, bila diminta Amirul Mukminin untuk me- mangku jabatan, ia menerimanya, namun dengan berat hati dan penuh keterpaksaan, karena ia sadar bahwa itu merupakan sebuah beban, bukan kehormatan. 

Diriwayatkan dari Muhammad, bahwa 'Umar pernah mengang- kat Abu Hurairah sebagai penguasa atas Bahrain, lalu ia menghadap dengan membawa uang sebanyak sepuluh ribu. Maka berkatalah 'Umar kepadanya, 

"Engkau lebih mengutamakan harta-harta ini, wahai musuh Allah dan musuh kitab-Nya?" 

"Aku bukan musuh Allah atau pun musuh kitab-Nya, akan tetapi aku musuh orang yang memusuhi keduanya," balasnya. 

"Lantas dari mana kamu mendapatkannya,?" desak 'Umar. 

"Dari kuda yang melahirkan, dan uang setoran dari hamba sahayaku" dan berbagai pemberian yang terus mengalir," jelasnya. 

Lalu mereka memeriksanya dan mendapatinya seperti yang dia katakan. 

Tidak lama setelah kejadian itu, 'Umar memanggilnya untuk mengangkatnya kembali sebagai gubernur, namun ia menolak. Maka berkatalah 'Umar, 

"Engkau tidak suka pekerjaan ini, padahal orang yang lebih baik darimu, yaitu Yusuf mencarinya?" 

"Yusuf adalah putra seorang Nabi, cucu seorang Nabi, dan cicit seorang Nabi [Yusuf bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim], sedangkan aku, Abu Hurairah, hanyalah putra Umaimah. Dan aku takut pada tiga dan dua hal," jawabnya. 

"Kenapa tidak sekalian engkau katakan lima saja,?" tanya 'Umar. 

"Aku takut berkata tanpa ilmu, memutuskan tanpa kelemah lembutan, punggungku dicambuk, hartaku disita dan kehormatanku dicela," jawabnya.
-----------------------
Syaikh al-Arna'uth berkata, "Para perawinya Tsiqat. Ibnu Katsir menyinggungnya dalam kitabnya al-Bidayah wa an-Nihayah (VIII/113)."

KERINDUAN ABU HURAIRAH KEPADA NABI ﷺ

Setelah Nabi ﷺ wafat, gambaran beliau tidak pernah hilang dari benak Abu Hurairah . Ia begitu sangat mencintai beliau ﷺ, sekalipun waktu yang dihabiskannya bersama Nabi ﷺ hanya sekian tahun saja, tidak lebih dari empat tahun. Namun itu dalam hitungan umur zaman setara dengan hitungan umur berbagai bangsa dan generasi. Bila Abu Hurairah mengingat Rasulullah ﷺ, hatinya amat ingin untuk melihatnya, lalu ingin menangis karena rasa rindu untuk melihat al-Habib ﷺ.

Diriwayatkan dari 'Abdul Wahhab al-Madani, ia berkata, "Telah sampai informasi kepadaku bahwa pernah seorang laki-laki me- nemui Mu'awiyah seraya berkata, 'Aku melintas di kota Madinah, ternyata Abu Hurairah r.a duduk di masjid tengah menceritakan hadits kepada orang-orang yang melingkar di sekitarnya. Ia berkata, "Kekasihku, Abu al-Qasim menceritakan kepadaku,' kemudian berlinanglah air matanya lalu menangis. Kemudian ia mengulangi lagi seraya berkata, 'Kekasihku, Nabi Allah, Abu al-Qasim ﷺ menceritakan kepadaku,' kemudian berlinanglah kembali air matanya, lalu menangis, kemudian ia berdiri."
------------------------
Tarikh Dimasyq, karya Ibnu 'Asakir (XIX/123/1).  

Abu Hurairah r.a merasakan ajalnya sudah dekat. Karena itu, bila ada jenazah yang melewatinya, ia berkata, "Berangkatlah pagi-pagi, sesungguhnya kami akan menyusul di sore hari. Berangkatlah sore hari, sesungguhnya kami akan menyusul di pagi hari."
-------------------------
Tarikh Dimasyq (XIX/126/2), dan Abu Nu'aim dalam Hilyah al-Auliya' (I/ 383). 

TIBA SAATNYA UNTUK PERGI SELAMA-LAMANYA

Setelah mengisi hidupnya dengan perjuangan, pengorbanan, menuntut ilmu dan berdakwah kepada Allah ﷻ, Abu Hurairah r.a terbaring di atas ranjang kematian untuk bertemu dengan al- Habib ﷺ yang sudah begitu lama ia rindukan, sementara airmatanya terus mengalir karena sedih berpisah dengannya.

Abu Hurairah r.a pernah berdo'a dengan mengatakan, "Ya Allah, janganlah engkau pertemukan aku dengan tahun enam puluh (hijriah)." Dan benarlah, ia wafat tepat pada tahun itu atau setahun sebelumnya.
-------------------------
Syaikh al-Arna-uth berkata, "Para perawinya Tsiqat. Disinggung oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (XIII/8), Siyar A'lam an-Nubala', karya Imam adz-Dzahabi (II/226). 

Diriwayatkan dari Salim bin Basyir bahwasanya pada saat sakitnya, Abu Hurairah r.a menangis. Lalu ada yang berkata, "Apa yang membuatmu menangis?"

"Aku tidak menangisi dunia kalian ini. Aku menangis karena betapa jauhnya perjalananku dan sedikitnya perbekalanku. Aku terus menanjak ke atas, sedangkan tempat jatuhnya entah di Surga atau di Neraka. Aku tidak tahu, ke mana aku akan berlabuh," jawabnya.
-------------------------
Thabagat Ibnu Sa'ad (IV/339), bab Fala Adri lla Ayyihima Yuslaku bi; Hilyah al-Auliya' (I/383). 

Diriwayatkan dari al-Maqburi, ia berkata, "Marwan menemui Abu Hurairah r.a ketika ia tengah sakit, lalu berkata kepadanya, "Semoga Allah menyembuhkanmu, wahai Abu Hurairah.' Lalu ia berkata, 'Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai pertemuan dengan-Mu, maka cintailah pertemuan denganku.' Maka belum lagi Marwan sampai ke Ash-hab al-Qitha (sebuah tempat), Abu Hurairah sudah wafat."
---------------------------
Thabaqat Ibnu Sa'ad (IV/339), dan Tarikh Dimasyq, karya Ibnu 'Asakir (XIX/ 128/1). Di dalam kitab Thabaqat ini disebutkan, "Belum lagi Marwan sampai di tengah pasar, Abu Hurairah pun telah wafat."

Demikianlah, Abu Hurairah r.a telah pergi setelah memenuhi dunia ini dengan ilmu dan menyampaikan sunnah al-Habib ﷺ. Semoga Allah meridhainya dan meridhai seluruh shahabat lainnya.



Selesai...



Bagian : 1    2    3

Post a Comment for "Abu Hurairah Bagian 3"